MEMBUAT BIOGAS
DARI
KOTORAN HEWAN
Judul :
Membuat Biogas dari Kotoran Hewan
Nama Penerbit : Bentara Cipta Prima
Pengarang : Dr. Sjahrudin Said.
Jumlah Halaman : 22
Pokok-pokok :-
Bab 1 Mengenai Biogas
- Bab 2 Mengenai Rumah Tangga
- Bab 3 Biogas Untuk Masak
Bagian-bagian
:- Judul
- Daftar Isi
- Nama Pengarang
- Pokok-pokok
- Nama Penerbitit
Rangkuman :
Salah satu sumber energy alternative
yang murah dan mudah disediakan di lingkungan pedesaan adalah biogas. Biogas
adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan biologis/organik
oleh organisme kecil pada kondisi tanpa oksigen (anaerob).
Gas metana termasuk gas rumah kaca
(greenhaouse gas), bersama dengan gas karbon dioksida (CO2) memberikan efek
rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global. Pengurangan
gas metana secara local ini dapat berperan positif dalam upaya penyelesaian
permasalahan gloval.
Pada prinsipnya, pembuatan gas bio
sangat sederhana, hanya dengan memasukan kotoran ternak kedalam digester (
penampungan) yang anaerob (tanpa udara). Dalam waktu tertentu gas bio akan
terbentuk yang selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energy, misalnya
untuk kompor gas atau listrik.
Potensi kotoran sapi untuk
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan biogas sebenarnya cukup besar, namun belum
banyak dimanfaatkan. Bahkan selama ini telah menimbulkan masalah pencemaran dan
kesehatan lingkungan. Umumnya para ternak membuang kotoran sapi tersebut ke
sungai atau langsung menjualnya ke pengepul dengan harga sangat murah. Padahal
dari kotoran sapi saja dapat diperoleh produk-produk sampingan yang cukup
bvanyak. Sebagai contoh pupuk organic
cair yang yang diperoleh dari urine menganduk auksin cukup tinggi sehingga baik
untk pupuk sumber zat tumbuh.
Sejak tahun 1975 pemerintah cina
menyanangkan program biogas untuk rumah tangga, oada tahun 1992 pemanfaatan
biogas menjadi 5 juta rumah tangga. Reactor biogas yang banyak digunakan adalah
model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak dan manusia serta limbah
pertanian.
Biogas memiliki perluang yang besar
dalam pengembangannya. Energy biogas dapat diperoleh dari air limbah rumah
tangga; kotoran cair dari peternakan
ayam, sapi,babi; sampah organic dari pasar; industry makanan dan sebagainya.
Pengembangan biogas selama ini
diarahkan kepada pengembangan biogas dengan model fik dome dengan kapasitas
8-30 m3. Model seperti ini dianggap yang paling fungsional dan dapat memenuhi
kebutuhan untuk penerangan listrik, dan bahkan untuk bahan bakar bagi
kendaraan.
Model fik dome juga tidak dapat diadopsi sendiri oleh peternak dengan
baik karena selain mahal, alat dan bahannya sering sulit dijumpai dilokasi
peternak.
Saat ini banyak kotoran ternak yang
lansung digunakan sebagai bahan untuk pembuatan pupuk organic. Seperti
diketahui bahwa kotoran ternak mengandung gas metana yang dapat dimanfaatkan
untuk pembuatan bio gas.
Limbah biogas menjadi sangat ideal
sebagai pupuk organik. Selama proses pembuatan biogas bibit penyakit juga mati,
limbahnya mengandung nitrogen, fosfor dan kalium yang lebih tinggi disbanding
kotoran segar, sehingga limbah biogas merupakan pupuk yang ideal untuk
kesehatan tanaman.
Kotoran ternak menjadi sangat
berharga, oleh karena itu mereka akan rajin merawat ternaknya sehingga kondisi
kandang menjadi bersih dan kesehatan ternak menjadi lebih baik, pada akhirnya
membawa keuntungan dengan penjualan ternak menjadi lebih baik, pada akhirnya
membawa keuntungan denga penjualan ternak yang lebih cepat dan berharga lebih
tinggi, keluarga petani yang biasanya menggunakan pupuk kimia untuk tanaman.
Satu unit reactor biogas yang
menggunakan umpan kotoran dari 2-4 ekor sapi perah mampu untuk memenuhi
kebutuhan energy memasak satu rumah tangga pedesaan dengan 6 orang anggota
keluarga, biogas yang dihasilkan tersebut setara dengan 1-2 liter munyak
tanah/hari.
Unit biogas juga member peluang
untuk menambah pendapatan dari hasil penjualan kompos, karena dari satu ekor
sapi perah dapat diperoleh kompos sekitar 1.095 kg kering/tahun atau Rp.
547.500/tahun.
Usaha peternakan sapi telah banyak
berkembang di Indonesia, namun petani pada umumnya masih memelihara ternak
sebagai usaha sambilan atau tabungan. Sehingga manajemen pemeliharaannya masih
dilakukan secara konvensional. Permasalahan utama yang dihadapi petani yaitu
belum adanya keterpaduan usaha ternak dengan tanaman. Sehingga jumlah pakan
secara memadai terutama musim kemarau tidak tersedia.
Pengembangan kawasan system
peternakan pertanian terintegrasi merupakan suatu model yang integrative dan
sinergis atau keterkaitan yang saling menguntungkan antar tanaman dan ternak.
Pemanfaatan biogas dalam pola
integrasi tanaman dan ternak, memberikan keuntungan yang lebih mengingat limbah
biogas mengandung kadar nitrogen, fosfor dan kalium yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman lebih tinggi disbanding kotoran segar. Petani mengatasi permasalahan
ketersediaan pakan dengan memanfaatkan limbah tanaman seperti jerami padi,
jerami jagung, limbah kacang-kacangan dan limbah pertanian lainnya. Terutama
pada musim kering limbah ini menyediakan pakan berkisar 33.3 persen dari total
rumput yang dibutuhkan (kariyasa,2005). Kelebihan dari adanya pemanfaatan
limbah adalah disamping mampu meningkatkan ketahanan pakan khususnya pada musim
kering, juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari rumput,
sehingga member perluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala
pemeliharaan ternak atau bekerja di sector non pertanian.