BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia dengan akalnya telah dapat menunjukkan kelebihan
anugrah Tuhan dengan kemampuannya menciptakan berbagai macam sarana yang dapat
digunakan untuk menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan lingkungannya untuk kemajuan
dan kesejahteraan hidupnya.
Pada mulanya ada tiga hal yang menjadi dasar kebangkitan
kemajuan kehidupan umat manusia yaitu diciptakannya bahasa tulis kira-kira lima
atau enam ribu tahun yang lalu, disusul dengan kemampuan mengoperasikan
hitungan sederhana kira-kira seribu tahun kemudian dan diciptakannya mesin
cetak sekitar lima ratus tahun yang lalu.
Dengan bahasa tulis kita mampu merekam (mencatat) berbagai
macam informasi secara permanen serta mampu mengirimkan pesan dengan menerobos
keterbatasan ruang dan waktu. Dengan operasi hitung kita dapat mengolah data
kuantitatif yang akurat. Dengan mesin cetak kita dapat menyalin dan
memperbanyak bahan tulisan dengan cara cepat dan rapi serta menyebar luaskannya
ke generasi berikutnya.
Perkembangan zaman berikutnya kemajuan teknologi semakin
cepat seperti photografi, photocopy, cinemaphotografi, telegrafi, telephon,
radio komunikasi, radar, dan berbagai macam digital computer elektronik.
Teknologi ini berkembang ke berbagai bidang kehidupan seperti di toko, di
sekolah, perguruan tinggi, kantor bahkan ke rumah tangga.
Hasil kemajuan teknologi memang dapat didayagunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia, tetapi kemajuan dan perubahan ini
terkadang banyak orang yang masih belum mau menerima apalagi melaksanakannya.
Bahkan banyak pula yang menyadari bahwa sesuatu yang baru itu bermanfaat
baginya, tetapi belum juga mau menerima dan mau menggunakan atau menerapkannya.
Dari permasalahan ini ternyata memang ada jarak antara
mengetahui dan mau menerapkannya serta menggunakan atau menerapkan ide yang
baru tersebut. Maka dalam proses penyebaran inovasi timbul masalah yakni
bagaimana cara untuk mempercepat diterimanya suatu inovasi oleh masyarakat
(sasaran penyebaran inovasi). Untuk memecahkan masalah tersebut maka difusi
inovasi menarik perhatian para ahli pengembangan masyarakat dan dipelajari
secara mendalam.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan
difusi inovasi?
2. Sejarah perkembangan difusi
inovasi
3. Apa saja elemen-elemen pokok
difusi inovasi?
4. Apa saja tahapan-tahapan proses
pengambilan keputusan inovasi?
5. Bagaimana Penerapan dan
keterkaitan teori
C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penulis
menggunakan metode “deskriptif” yaitu dengan menggunakan studi pustaka dan
mengumpulkan informasi atau data dari beberapa buku dan browsing dari internet.
D.
Sistematika Penulisan
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Difusi dan
Inovasi
B. Sejarah Perkembangan Difusi
Inovasi
C. Elemen Difusi Inovasi
D. Tahapan Peristiwa yang
Menciptakan Proses Difusi Inovasi
E. Tokoh Pemikir dan Buah
Pikirannya dari Berbagai Asumsi Dasar
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
DIFUSI dan INOVASI
Difusi Inovasi
terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers (1983)
mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan
melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota
suatu sistem sosial (the process by which an innovation is communicated
through certain channels overtime among the members of a social system).
Disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial
yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem
sosial.
Inovasi adalah
suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu atau
kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide, praktek
atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian yang lain.
Kesemuanya tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap
ide, praktek atau benda tersebut.
Dari
kedua padanan kata di atas, maka Difusi Inovasi adalah suatu proses
penyebar serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk merubah suatu
masyarakat yang terjadi secara terus menerus dari suatu tempat ke tempat yang
lain, dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang berikut, dari suatu bidang
tertentu ke bidang yang lainnya kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.
Tujuan utama dari difusi inovasi adalah diadopsinya suatu
inovasi (ilmu pengetahuan, tekhnologi, bidang pengembangan masyarakat) oleh
anggota sistem sosial tertentu. Sistem sosial dapat berupa individu, kelompok
informal, organisasi sampai kepada masyarakat.
B. SEJARAH
PERKEMBANGAN DIFUSI INOVASI
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20,
tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde,
memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve).
Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang
atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu
dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya
menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa
menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers
(1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance
because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak
saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam
penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal
Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para
petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus
menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan
penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the
agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a
cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi
pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan
berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya,
dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti
Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F.
Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation:
A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis
Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).
Esensi
Teori
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses
bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran
tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal
tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the
process by which an innovation is communicated through certain channels over
time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa
difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan
penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers
(1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of
invention or creation to its ultimate users or adopters.”
C. ELEMEN
DIFUSI INOVASI
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam
proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
(1) Inovasi;
gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal
ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang
menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi
untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama
sekali.
(2) Saluran
komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada
penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu
memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima.
Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak
yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat
dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk
mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi
yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
(3) Jangka waktu;
proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan
untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat
berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a)
proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih
awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian
inovasi dalam sistem sosial.
(4) Sistem sosial;
kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk
memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama
Lebih lanjut teori yang dikemukakan
Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses
pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang
variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan
dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap
tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived
atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of
innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels),
(4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen
perubah (change agents).
D. Tahapan dari Proses Pengambilan Keputusan Inovasi
Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan
inovasi mencakup:
1. Tahap
Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit
pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan
keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
2. Tahap
Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
3. Tahap
Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi
atau penolakan sebuah inovasi.
4. Tahapan
Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5. Tahapan
Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau
penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
Kategori
Adopter
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam
kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat
keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan
yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi,
yang telah duji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan
adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1. Innovators: Sekitar 2,5%
individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani
mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi
2. Early Adopters
(Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi.
Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam
tinggi
3. Early Majority (Pengikut
Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan,
interaksi internal tinggi.
4. Late Majority (Pengikut
Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya:
skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu
hati-hati.
5. Laggards (Kelompok
Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya:
tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya
terbatas.
Penerapan
dan keterkaitan teori
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan
berikutnya, teori Difusi Inovasi senantiasa dikaitkan dengan proses
pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan
sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat.
Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian
dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan
terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam
3 (tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion),
dan (3) konsekuensi (consequences). Penemuan adalah proses dimana
ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah proses dimana
ide/gagasan baru dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan
konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari
adopsi atau penolakan inovasi.
Sejak tahun 1960-an, teori difusi
inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajian tidak hanya dikaitkan dengan
proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studi atau penelitian
difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang
berkembang di masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian
proses difusi inovasi,seperti perspektif ekonomi, perspektif ’market and
infrastructure’ (Brown, 1981). Salah satu definisi difusi inovasi dalam taraf
perkembangan ini antara lain dikemukakan Parker (1974), yang
mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan memberi nilai tambah
pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga menyebutkan bahwa difusi
merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (technical change).
Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi
berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga
akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian dari kegiatan
produktif.
Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National
Center for the Dissemination of Disability Research (NCDDR), 1996,
menyebutkan ada 4 (empat) dimensi pemanfaatan pengetahuan (knowledge
utilization), yaitu
1. Dimensi Sumber (SOURCE)
diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang bertanggunggung
jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.
2. Dimensi Isi (CONTENT)
yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud yang juga
termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.
3. Dimensi
Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau
produk tersebut dikemas dan disalurkan.
4. Dimensi
Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.
Tujuan
komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama (mutual understanding)
antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam hal ini
adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dalam komunikasi inovasi,
proses komunikasi antara (misalnya penyuluh dan petani) tidak hanya berhenti
jika penyuluh telah menyampaikan inovasi atau jika sasaran telah menerima pesan
tentang inovasi yang disampaikan penyuluh. Namun seringkali (seharusnya)
komunikasi baru berhenti jika sasaran (petani) telah memberikan tanggapan
seperti yang dikehendaki penyuluh yaitu berupa menerima atau menolak inovasi
tersebut.
Dalam
proses difusi inovasi, komunikasi memiliki peranan penting menuju perubahan
sosial sesuai dengan yang dikehendaki. Rogers dan Floyed Shoemaker (1987)
menegaskan bahwa “difusi merupakan tipe komunikasi khusus, yaitu
mengkomunikasikan inovasi. Ini berarti kajian difusi merupakan bagian kajian komunikasi
yang berkaitan dengan gagasan-gagasan baru, sedangkan pengkajian komunikasi
meliputi semua bentuk pesan”. Jadi jika yang dikomunikasikan bukan produk
inovasi, maka kurang lazim disebut sebagai difusi.
Teori
difusi inovasi sangat penting dihubungkan dengan penelitian efek komunikasi.
Dalam hal ini penekannya adalah efek komunikasi yaitu kemampuan pesan media dan
opinion leader untuk menciptakan pengetahuan, ide dan penemuan baru dan
membujuk sasaran untuk mengadopsi inovasi tersebut.
E.
Tokoh Pemikir dan Buah Pikirannya dari Berbagai Asumsi Dasar
Teori
dan penelitian-penelitian komunikasi dua tahap memiliki asumsi-asumsi sebagai
berikut :
a. Model Lasswell
Salah
satu teoritikus komunikasi massa yang pertama dan paling terkenal adalah Harold
Lasswell, dalam artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model komunikasi yang
sederhana dan sering dikutif banyak orang yakni: Siapa (Who), berbicara apa
(Says what), dalam saluran yang mana (in which channel), kepada siapa (to whom)
dan
pengaruh
seperti apa (what that effect)
(Littlejhon, 1996).
b.
Komunikasi dua tahap dan pengaruh antar pribadi.
Teori
ini berawal dari hasil penelitian Paul Lazarsfeld dkk mengenai efek media massa
dalam kampanye pemilihan umum tahun 1940. Studi ini dilakukan dengan asumsi
bahwa proses stimulus bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun hasil
penelitian menunjukan sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah dan asumsi
stimulus respon tidak cukup menggambarkan realitas audience media massa dalam
penyebaran arus informasi dan menentukan pendapat umum.
1)
Individu
tidak terisolasi dari kehidupan sosial, tetapi merupakan anggota dari
kelompok-kelompok sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
2)
Respon
dan rekasi terhadap pesan dari media tidak akan terjadi secara langsung dan
segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan
sosial tersebut.
3)
Ada dua
proses yang langsung, yang pertama mengenai penerima dan perhatian, yang kedua
berkaitan dengan espon dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya
mempengaruhi atau menyampaikan informasi.
4)
Individu
tidak bersikap sama terhadap pesan/kampanye media, melainkan memiliki berbagai
peran yang berbeda dalam proses komunikasi, dan khususnya dapat dibagi atas
mereka yang secara aktif menerima dan meneruskan/enyebaran gagasan dari media,
dan mereka yang sematamata hanya mengandalkan hubungan personil dengan orang
lain sebagai penentunya.
5)
individu-individu
yang berperan lebih aktif (pemuka pendapat) ditandai oleh penggunaan media massa
yang lebih besar, tingkat pergaulan yang lebih tinggi, anggapan bahwa didinya
berpengaruh terhadap orang lain, dan memiliki peran sebagai sumber informasi
dan panutan.
c. Uses and Gratifications (Kegunaan
dan Kepuasan)
Teori
ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz (1974). Teori
ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan
menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang
aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha mencari sumber media
yang paling baik di dalam usaha memenhi kebutuhannya. Artinya pengguna media
mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.
Elemen
dasar yang mendasari pendekatan teori ini (Karl dalam Bungin, 2007): (1)
Kebutuhan dasar tertentu, dalam interaksinya dengan (2) berbagai kombinasi
antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan (3) struktur masyarakat,
termasuk struktur media, menghasilkan (4) berbagai percampuran personal
individu, dan (5) persepsi mengenai solusi bagi persoalan tersebut, yang
menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau penyelesaian
persoalan, yang menghasikan (7) perbedaan pola konsumsi media dan (8) perbedaan
pola perilaku lainnya, yang menyebabkan (9) perbedaan pola konsumsi, yang dapat
memengaruhi (10) kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu, sekaligus
akan memengaruhi pula (11) struktur media dan berbagai struktur politik,
kultural, dan ekonomi dalam masyarakat.
d.
Uses and Effects
Pertama
kali dikemukakan Sven Windahl (1979), merupakan sintesis antara pendekatan uses
and gratifications dan teori tradisional mengenai efek. Konsep use (penggunaan)
merupakan bagian yang sangat penting atau pokok dari pemikiran ini. Karena
pengetahuan mengenai penggunaan media akan memberikan jalan bagi pemahaman dan
perkiraan tentang hasil dari suatu proses komunikasi massa. Penggunaan media
dapat memiliki banyak arti. Ini dapat berarti exposure yang semata-mata
menunjuk pada tindakan mempersepsi. Dalam konteks lain, pengertian tersebut dapat
menjadi suatu proses yang lebih kompleks, dimana isi terkait harapan-harapan
tertentu untuk dapat dipenuhi, fokus dari teori ini lebih kepada pengertian
yang kedua.
e. Teori Agenda Setting
Agenda-setting
diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa
jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan
mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap
penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media
diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini
berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat. Model
Konseptual Agenda Setting: Lihat McQuail & Windahl (1993)
f. Teori Dependensi Efek Komunikasi
Massa
Teori
ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeachdan Melvin L. DeFluer (1976), yang
memfokuskan pada kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur
kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini berangkat dari sifat
masyarakat modern, diamana media massa diangap sebagai sistem informasi yang
memiliki peran penting dalam proses memelihara, perubahan, dan konflik pada
tataran masyarakat,kelompok, dan individu dalam aktivitas sosial.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Inovasi (innovation) adalah suatu ide, barang, kejadian,
metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang
atau sekelompok orang (masyarakat). Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan
tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu.
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu
inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu
terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu
tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi
juga dapat diangap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas disini
bahwa istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama
proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial
tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal,
organisasi dan atau sub sistem.
B.
Saran
Jika kita ingin inovasi cepat diadopsi oleh masyarakat, hal
pertama yang harus diperhatikan oleh kita adalah difusi apa yang tepat
digunakan untuk menyebarkan inovasi. Karena pada dasarnya terdapat perbedaan di
masyarakat dalam mengadopsi atau menerima inovasi. Ada sekelompok masyarakat
yang cepat dalam menerima inovasi, ada juga yang membutuhkan waktu yang lama
untuk menerima suatu inovasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi,
Abdillah. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha
Nasional
Rogers,
E.M. dan Shoemaker,F.F., 1971, Communication of Innovations,London: the
Free Perss.
Rogers,
Everett M., 1983, Diffusion of Innovations. London: The Free Press.
Rogers,
Everett M, 1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New York:
Tree Press.
Brown,
Lawrence A., Innovation Diffusion: A New Perpevtive. New York: Methuen
and Co.
Bungin,
B.2007. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. Kencana. Jakarta.
Dilla,
S. 2007. Komunikasi Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Simbiosa. Bandung.
Levis, L. R. 1996. Komunikasi Penyuluhan Pedesaan. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Nasution, Z.2004. Komunikasi Pembangunan. Pengenalan Teori dan Penerapannya. Rajawali Pers. Jakarta.
Levis, L. R. 1996. Komunikasi Penyuluhan Pedesaan. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Nasution, Z.2004. Komunikasi Pembangunan. Pengenalan Teori dan Penerapannya. Rajawali Pers. Jakarta.
Nurudin,
2005. Sistem Komunikasi Indonesia Rajawali Pers. Jakarta.