DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................
i
DAFTAR ISI.................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR ISI.................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar
belakang.......................................................................
1
BAB II TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1.1 TEORI
BELAJAR..........................................................
2
1.1.1
Teori Behaviorisme................................................
2
1.1.2 Teori Kognitivisme.................................................. 5
1.1.3 Teori Konstruktivisme............................................ 7
1.1.2 Teori Kognitivisme.................................................. 5
1.1.3 Teori Konstruktivisme............................................ 7
1.1.4
Teori Belajar Humanistik........................................
9
1.1.5
Teori Belajar Kecerdasan Ganda............................11
1.2 TEORI
PEMBELAJARAN..............................................12
BAB III PENUTUP
Kesimpulan..............................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Teori
belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar,
sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.
Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme,
Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh
teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian,
gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk
yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita
perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik
untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk
kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran.
Teori
pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain
agar terjadi proses belajar. Bruner dalam Degeng (1989) mengemukakan bahwa
teori pembelajaran adalah preskriptif, sedangkan teori belajar adalah
deskriptif. Preskriptif artinya, tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan
metode/strategi pembelajaran yang cocok supaya
memperoleh hasil optimal. Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan dengan
upaya mengontrol variabel-variabel yang spesifi k dalam teori belajar agar
dapat memudahkan belajar. Sedangkan deskriptif artinya, tujuan teori belajar
adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada
bagaimana seseorang belajar.
BAB II
TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1.1 TEORI BELAJAR
Teori
belajar berpangkal pada pandangan hakikat manusia, yaitu hakikat manusia
menurut pandangan john locke yaitu manusia
merupakan organisme yang pasif. Locke menganggap bahwa manusia itu seperti
kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu sangat tergantung pada orang yang
menulisnya. Dari pandnagan ini muncul aliran belajar
behavioristik-elementeristik.
Sedangkan menurut Leibnitz pandangan mengenai hakikat manusia adalah organism yang aktif. Manusia merupakan sumber daripada semua kegiatan. Pada dasarnya manusia bebas untuk berbuat, manusia bebas untuk membuat pilihan dalam setiap situasi. Titik pusat kebebasan ini adalah kesadarannya sendiri. Dari pandangan ini muncul aliran belajar yaitu belajar kognitif-holistik.
Sedangkan menurut Leibnitz pandangan mengenai hakikat manusia adalah organism yang aktif. Manusia merupakan sumber daripada semua kegiatan. Pada dasarnya manusia bebas untuk berbuat, manusia bebas untuk membuat pilihan dalam setiap situasi. Titik pusat kebebasan ini adalah kesadarannya sendiri. Dari pandangan ini muncul aliran belajar yaitu belajar kognitif-holistik.
1.1.1 Teori Behaviorisme
Menurut
aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi
antara kesan yang ditangkap panca indra dengan kecemderungan untuk bertindak
atau hubungan antara stimulus dan respons (R-S). belajar adalah upaya untuk
membentuk hubungan stimulus dan respons sebanyak-banyaknya.
Teori-teori belajar yang termasuk
ke dalam kelompok behavioristik diantaranya:
1. Koneksionisme, dengan tokohnya
Thorndike
2. Classical conditioning, dengan
tokohnya Pavlop
3. Operant conditioning, yang
dikembangkan oleh Skinner
4. Systematic behavior, yang
dikembangkan oleh hull
5. Contiguous conditioning, yang
dikembangkan oleh Guthrie
Tokoh-tokoh penting yang
mengembangkan teori belajar behavioristik, dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Thorndike
Teori koneksionisme yang
dipelopori oleh Thorndike, memandang bahwa yang menjadi dasar terjadinya
belajar adalah adanya asosiasi antara kesan panca indera (sense of impression)
dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (impuls to action) (Mukminan, 1997 :
8). Ini artinya, toeri behaviorisme yang lebih dikenal dengan nama contemporary
behaviorist ini memandang bahwa belajar akan terjadi pada diri anak, jika anak
mempunyai ketertarikan terhadap masalah yang dihadapi. Siswa dalam konteks ini
dihadapkan pada sikap untuk dapat memilih respons yang tepat dari berbagai
respons yang mungin bisa dilakukan Menurut Thorndike, belajar akan berlangsung
pada diri siswa jika siswa berada dalam tiga macam hukum belajar, yaitu : 1)
The Law of Readiness (hokum kesiapan belajar), 2) The Law of Exercise (hukum
latihan), dan 3) The Law of Effect (hokum pengaruh). Hukum kesiapan belajar ini
merupakan prinsip yang menggambarkan suatu keadaan si pembelajar (siswa)
cenderung akan mendapatkan kepuasan atau dapat juga ketidakpuasan.
2. Pavlov
Konsep teori yang dikemukakan
oleh Ivan Petrovitch Pavlov ini secara garis besar tidak jauh berbeda dengan
pendapat Thorndike. Jika Throndike ini menekankan tentang hubungan stimulus dan
respons, dan di sini guru sebaiknya tahu tentang apa yang akan diajarkan,
respons apa yang diharapkan muncul pada diri siswa, serta tahu kapan sebaiknya
hadiah sebagai reinforcement itu diberikan; maka Pavlov lebih mencermati arti
pentingnya penciptaan kondisi atau lingkungan yang diperkirakan dapat
menimbulkan respons pada diri siswa.
3. E.R Guthrie
Pendapat Thorndike dan Pavlov ini
ditegaskan lagi oleh Guthrie, di mana ia menyatakan dengan hukumnya yaitu “The
Law of Association”, yang berbunyi : “A combination of stimuli which has
accompanied a movement will on its recurrence tend to be followed by that
movement” (Guthrie, 1952 :13). Secara sederhana dapat diartikan bahwa gabungan
atau kombinasi suatu kelas stimuli yang menyertai atau mengikuti suatu gerakan
tertentu, maka ada kecenderungan bahwa gerakan itu akan diulangi lagi pada
situasi/stimuli yang sama. Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan
antara stimulus (S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki
arti yang penting bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak
memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan
merespons secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward yang
berfungsi sebagai reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah
ditunjukkan). Oleh karena teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokoh
behavioristik terhadap binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa
prinsip umum yang harus diperhatikan. Menurut Mukinan (1997: 23), beberapa
prinsip tersebut adalah:
1.
Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan
belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar
sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku
tertentu.
2.
Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting
dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons, sebab inilah yang dapat
diamati. Sedangkan apa yang terjadi di antaranya dianggap tidak penting karena
tidak dapat diamati.
3.
Reinforcement, yakni apa saja yang dapat
menguatkan timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Respons
akan semakin kuat apabila reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah.
Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang ditunjukkan oleh siswa, maka penting kiranya untuk memperhatikan hal-hal lainnya di bawah ini, agar guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah berhasil. Hal yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.
Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa
yang tepat untuk diberikan kepada siswa.
2.
Guru juga mengerti tentang jenis respons apa
yang akan muncul pada diri siswa.
3.
Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukkan
siswa ini benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru harus mampu
:
a.
Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati
(observable)
b.
Respons yang ditunjukkan oleh siswa dapat pula
diukur (measurable)
c.
Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat
dinyatakan secara eksplisit atau jelas kebermaknaannya (eksplisit)
d.
Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi
atau setia dalam ingatan/tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya
semacam hadiah (reward).
Aplikasi
teori behavioristik dalam proses pembelajaran untuk memaksimalkan tercapainya
tujuan pembelajaran (siswa menunjukkan tingkah laku / kompetensi sebagaimana
telah dirumuskan), guru perlu menyiapkan dua hal, sebagai berikut:
a.
Menganalisis Kemampuan Awal dan Karakteristik
Siswa
b.
Merencanakan materi pembelajaran yang akan
dibelajarkan
Sedangkan
langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori behaviorisme
dalam proses pembelajaran adalah :
1.
Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
2.
Melakukan analisis pembelajaran
3.
Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan
awal pembelajar
4.
Menentukan indikator-indikator keberhasilan
belajar.
5.
Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik,
dll)
6.
Mengembangkan strategi pembelajaran (kegiatan,
metode, media dan waktu)
7.
Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan
(latihan, tugas, tes dan sejenisnya)
8.
Mengamati dan menganalisis respons pembelajar
9.
Memberikan penguatan (reinfrocement) baik
posistif maupun negatif, serta
10.
Merevisi kegiatan pembelajaran (Mukminan, 1997:
27).
1.1.2 Teori Kognitivisme
Pada
teori belajar kognitivisme, belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek
kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan dan tingkahlaku
sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses
belajar.
Teori-teori yang termasuk ke
dalam kelompok kognitif holistic di antaranya:
1.
Teori Gestalt, dengan tokohnya Kofka, Kohler,
dan Wetheimer
2.
Teori Medan (field theory), dengan tokohnya
lewin
3.
Teori organismik yang dikembangkan oleh wheeler
4.
Teori humanistic, dengan tokohnya maslow dan
rogers
5.
Teori konstruktivistik, dengan tokohnya jean
piaget
Menurut peaget (dalam Hudoyono,1988:45) Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
1.
Skema/skemata adalah struktur kognitif yang
dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam
interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori
utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2.
Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema
yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3.
Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau
karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
4.
Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi
dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan
struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari
disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1.
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan
orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang
sesuai dengan cara berfikir anak
2.
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat
menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya
dirasakan baru tetapi tidak asing.
4.
Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap
perkembangannya.
5.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang
untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Empat tahap perkembangan kognitif:
1.
Tahap sensorik motorik ( 0-2 tahun)
2.
Tahap preoperasional (2-6 tahun)
3.
Tahap operasional kongkrit (6-12 tahun)
4.
Tahap formal yang bersifat internal (12-18
tahun)
Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu diluar kemampuan kognitifnya. Adapun Akomodasi adalah proses menstruktur kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru (Hudoyono,1988:47) .Jadi belajar tidak hanya menerima informasi dan pengalaman lama yang dimiliki anak didik untuk mengakomodasikam informasi dan pengalaman baru .Oleh kerena itu,yang perlu diperhatikan pada tahap operasi kongkret adalah pembelajaran yang didasarkan pada benda-benda kongkret agar mempermudah anakdidik dalam memahami kosep-konsep matemtika.
1.1.3 Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme
adalah integrasi prinsip yang diekplorasi melalui teori chaos, network, dan
teori kekompleksitas dan organisasi diri. Belajar adalah proses yang terjadi
dalam lingkungan samar-samar dari peningkatan elemenelemen inti- tidak
seluruhnya dikontrol oleh individu. Belajar (didefinisikan sebagai pengetahuan
yang dapat ditindak) dapat terletak di luar diri kita (dalam organisasi atau
suatu database), terfokus pada hubungan serangkaian informasi yang khusus, dan
hubungan tersebut memungkinkan kita belajar lebih banyak dan lebih penting dari
pada keadaan yang kita tahu sekarang.
Konstruktivisme
diarahkan oleh pemahaman bahwa keputusan didasarkan pada perubahan yang cepat.
Informasi baru diperoleh secara kontinu, yang penting adalah kemampuan untuk
menentukan antara informasi yang penting dan tidak penting. Yang juga penting
adalah kemampuan mengetahui kapan informasi berganti (baru). Prinsip-prinsip
konstruktivisme sebagaimana yang diungkapkan Siemens (2005) adalah: Belajar dan
pengetahuan terletak pada keberagaman opini. Belajar adalah suatu proses
menghubungkan (connecting)sumber-sumber informasi tertentu. Belajar mungkin
saja terletak bukan pada alat-alat manusia. Kapasitas untuk mengetahui lebih
banyak merupakan hal yang lebih penting dari pada apa yang diketahui sekarang.
Memelihara dan menjaga hubungan-hubungan (connections) diperlukan untuk
memfasilitasi belajar berkelanjutan. Kemampuan untuk melihat hubungan antara
bidang-bidang, ide-ide, dan konsep merupakan inti keterampilan. Saat ini
(pengetahuan yang akurat dan up-to-date) adalah maksud dari semua aktivitas
belajar konektivistik. Penentu adalah proses belajar itu sendiri. Pemilihan
atas apa yang dipelajari dan makna dari informasi yang masuk nampak melalui
realita yang ada.
Konstruktivisme
juga menyatakan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan aktivitas.
Pengetahuan yang dibutuhkan dihubungkan (to be connected) dengan orang yang
tepat dalam konteks yang tepat agar dapat diklasifikasikan sebagai belajar.
Behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme tidak menyatakan
tantangan-tantangan dari pengetahuan organisasional dan pergantian
(transference).
Aliran
informasi dalam suatu organisasi merupakan elemen penting dalam hal efektifitas
secara organisasi. Aliran informasi dianalogikan sama dengan pipa minyak dalam
sebuah indusri. Menciptakan, menjaga, dan memanfaatkan aliran informasi
hendaknya menjadi kunci aktivitas organisasional. Aliran pengetahuan dapat
diumpamakan sebagai sebuah sungai yang berliku-liku melalui ekologi suatu
organisasi. Di daerah tertentu meluap dan di tempat lain airnya surut. Sehatnya
ekologi belajar dari suatu organisasi tergantung pada efektifnya pemeliharan
aliran informasi.
Analisis
jaringan sosial merupakan unsur-unsur tambahan dalam memahami model-model
belajar di era digital. Art Kleiner (2002)
menguraikan quantum theory of trust milik Karen Stephenson yang menjelaskan
tidak hanya sekadar bagaimana mengenal kapabelitas kognitif kolektif dari suatu
organisasi, tetapi bagaimana mengolah dan meningkatkannya.
Starting point konstruktivisme adalah individu. Pengetahuan personal terdiri dari jaringan, yang hidup dalam organisasi atau institusi, yang pada gilirannya memberi umpan balik pada jaringan itu, dan kemudian terus menerus member pengalaman belajar kepada individu. Gerak perkembangan pengetahuan (personal ke jaringan ke organisasi) memungkinkan pebelajar tetap mutakhir dalam bidangnya melalui hubungan (connections) yang mereka bentuk.
Starting point konstruktivisme adalah individu. Pengetahuan personal terdiri dari jaringan, yang hidup dalam organisasi atau institusi, yang pada gilirannya memberi umpan balik pada jaringan itu, dan kemudian terus menerus member pengalaman belajar kepada individu. Gerak perkembangan pengetahuan (personal ke jaringan ke organisasi) memungkinkan pebelajar tetap mutakhir dalam bidangnya melalui hubungan (connections) yang mereka bentuk.
1.1.4 Teori Belajar Humanistik
Mazhab
humanis pula berpendapat pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan
perasaannya. Seorang ahli mazhab ini, Carl Rogers menyatakan bahawa setiap
individu itu mempunyai cara belajar yang berbeza dengan individu yang lain.
Oleh itu, strategi dan pendekatan dalam proses pengajaran dan pembelajaran
hendaklah dirancang dan disusun mengikut kehendak dan perkembangan emosi
pelajar itu. Beliau juga menjelaskan bahawa setiap individu mempunyai potensi
dan keinginan untuk mencapai kecemerlangan kendiri. Maka, guru hendaklah
menjaga kendiri pelajar dan member bimbingan supaya potensi mereka dapat
diperkembangkan ke tahap optimum.
Menurut
Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. \proses
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya Tujuan utama teori humanistik adalah pendidik membantu
siswa untuk mengembangkan dirinya, untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses
belajar, ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru,
2. Personalia informasi ini pada individu
2. Personalia informasi ini pada individu
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:
1. Arthur Combs (1912-1999)
2. Maslow
3. Carl Rogers
2. Maslow
3. Carl Rogers
Implikasi Teori
Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi
perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara
untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini
merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
1.
Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada
penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.
Fasilitator membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan
kelompok yang bersifat umum.
3.
Dia mempercayai adanya keinginan dari
masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi
dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang
bermakna tadi.
4.
Dia mencoba mengatur dan menyediakan
sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa
untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.
Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber
yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.
Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam
kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap
perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi
individual ataupun bagi kelompok.
7.
Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap,
fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut
berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya
sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.
Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam
kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan
atau ditolak oleh siswa.
9.
Dia harus tetap waspada terhadap
ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama
belajar
Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri
1.1.5
Teori Belajar Kecerdasan Ganda
Teori
Kecerdasan Ganda (Multiple Inteligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardner –
seorang professor psikologi dari Harvard University – akan dijadikan acuan
untuk lebih memahami bakat dan kecerdasan individu. Pada dasarnya siswa adalah
individu yang unik. Setiap siswa memiliki potensi dan kemempuan yang berbeda
antara yang satu dengan yang lain. Tidak semua individu memilki profil
intelegensi yang sama. Setiap individu juga memilki bakat dan minat belajar
yang berbeda-beda.
Terdapat tujuh jenis kecerdasan
dasar yaitu :
1.
Kecerdasan Bahasa
2.
Kecerdasan Matematis/Logis
3.
Kecerdasan Spasial
4.
Kecerdasan Kinestetik
5.
Kecerdasan Musikal
6.
Kecerdasan Interpersonal
7.
Kecerdasan Naturalis
Guru memegang peran yang sangat penting dalam implementasi teori kecerdasan ganda. Agar implementasi teori kecerdasan ganda dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu : Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan individu siswa Kemampuan mengajar dan memanfaatkan waktu mengajar secara proporsional.
Kemampuan
guru dalam mengenali kecerdasan ganda yang dimiliki oleh siswa merupakan hal
yang sangat penting. Faktor ini akan sangat menentukan dalam merencanakan
proses belajar yang harus ditempuh oleh siswa. Ada banyak cara yang dapat
dilakukan oleh guru untuk mengenali kecerdasan spesifik yang dimiliki oleh
siswa. Semakin dekat hubungan antara guru dengan siswa, maka akan semakin mudah
bagi para guru untuk mengenali karakteristik dan tingkat kecerdasan siswa.
Setelah
mengetahui kecerdasan setiap individu siswa, maka langkah – langkah berikutnya
adalah merancang kegiatan pembelajaran. Armstrong (2004) mengemukakan proporsi
waktu yang dapat digunakan oleh guru dalam mengimplementasikan teori kecerdasan
ganda yaitu : 30 % pembelajaran langsung 30 % belajar kooperatif 30% belajar
independent
Implementasi teori kecerdasan ganda membawa implikasi bahwa guru bukan lagi berperan sebagai sumber (resources), tapi harus lebih berperan sebagai manajer kegiatan pembelajaran. Dalam menerapkan teori kecerdasan ganda, sistem sekolah perlu menyediakan guru-guru yang kompeten dan mampu membawa anak mengembangkan potensi-potensi kecerdasan yang mereka miliki. Guru musik misalnya, selain mampu memainkan instrumen musik, ia juga harus mampu mengajarkannya sehimgga dapat menjadi panutan yang baik bagi siswa yang memiliki kecerdasan musikal.
Implementasi teori kecerdasan ganda membawa implikasi bahwa guru bukan lagi berperan sebagai sumber (resources), tapi harus lebih berperan sebagai manajer kegiatan pembelajaran. Dalam menerapkan teori kecerdasan ganda, sistem sekolah perlu menyediakan guru-guru yang kompeten dan mampu membawa anak mengembangkan potensi-potensi kecerdasan yang mereka miliki. Guru musik misalnya, selain mampu memainkan instrumen musik, ia juga harus mampu mengajarkannya sehimgga dapat menjadi panutan yang baik bagi siswa yang memiliki kecerdasan musikal.
1.2 TEORI PEMBELAJARAN
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan ,
penguasaan kemahiran dan tabiat , serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada
peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu
peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami
sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun
mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan , guru mengajar
supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai
sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi
perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor)
seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai
pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.
pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.
Berbicara
mengenai teori pembelajaran tentu pula harus dibicarakan mengenai teori
belajar. Bruner dalam Degeng (1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran
adalah preskriptif, sedangkan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif
artinya, tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode/strategi
pembelajaran yang cocok supaya memperoleh hasil optimal.
Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi
orang lain agar terjadi proses belajar.Ada beberapa teori pembelajaran, yaitu:
.
Teori pembelajaran pengondisian klasik adalah
jenis pengondisian di mana individu merespons beberapa stimulus yang tidak
biasa dan menghasilkan respons baru. Teori ini tumbuh berdasarkan eksperimen
untuk mengajari anjing mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang
berdering, dilakukan pada awal tahun 1900-an oleh seorang ahli fisolog Rusia
bernama Ivan Pavlov
2.
Teori pembelajaran pengondisian operant adalah
jenis pengondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan menghasilkan
penghargaan atau mencegah sebuah hukuman. Kecenderungan untuk mengulang
perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari
konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku. Dengan Demikian,
penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan perilaku
tersebut diulangi. Apa yang dilakukan Pavlov untuk pengondisian klasik, oleh
psikolog Harvard, B. F. Skinner, dilakukan pengondisian operant. Skinner Mengemukakan
bahwa menciptakan konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti bentuk perilaku
tertentu akan meningkatkan frekuensi perilaku tersebut
3.
Teori pembelajaran sosial adalah pandangan bahwa
orang-orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung. Meskipun
teori pembelajaran sosial adalah perluasan dari pengondisian operant -teori ini
berasumsi bahwa perilaku adalah sebuah fungsi dari konsekuensi- teori ini juga
mengakui keberadaan pembelajaran melalui pengamatan dan pentingnya persepsi
dalam pembelajaran
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori Belajar
1. Teori belajar behavoritisme
Belajar pada
hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra
dengan kecemderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons
(R-S).
2. Teori belajar kognitif
Belajar adalah
pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh
pemahaman. Tujuan dan tingkahlaku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir
internal yang terjadi selama proses belajar
3. Teori belajar konstruktivisme
Belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi
4. Teori belajar humanistik
Teori belajar yang didasari pada
pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan perasaannya.
5. Teori belajar
kecerdasan ganda
Tujuh jenis kecerdasan dasar
yaitu: Kecerdasan Bahasa, Kecerdasan Matematis/Logis, Kecerdasan Spasial,
Kecerdasan Kinestetik, Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Interpersonal, Kecerdasan
Naturalis.
Teori Pembelajaran
1. Teori Pembelajaran pengkondisian klasik
1. Teori Pembelajaran pengkondisian klasik
2. Teori pembelajaran pengkondisian operant
3. Teori pembelajaran sosial
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010. Teori Belajar Kognitif Menurut Piaget. D:\Pasca
sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan
Pembelajaran\piaget
Anonim. 2010. Teori Belajar. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\2teori
Anonim. 2010. Teori dan Model Pengajaran dan Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\Teori&model P&P
Coachdie. 2009. Teori Belajar Yang Melandasi Proses Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\ Teori Belajar Yang Melandasi Proses Pembelajaran
Fajar. 2010. Teori Belajar. Universitas Negeri Surabaya. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\TEORI BELAJAR
Kwartolo, Yuli. 2009. Sembilan Peristiwa Belajar Gagne. Jakarta: Tabloid Penabur. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\09_0
Muflihin, Hizbul. 2009. Aplikasi Dan Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Pendidikan. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\11
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: San Grafika
Sunaryo. 2010. Aplikasi Teori Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\Aplikasi Teori Pembelajaran
Anonim. 2010. Teori Belajar. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\2teori
Anonim. 2010. Teori dan Model Pengajaran dan Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\Teori&model P&P
Coachdie. 2009. Teori Belajar Yang Melandasi Proses Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\ Teori Belajar Yang Melandasi Proses Pembelajaran
Fajar. 2010. Teori Belajar. Universitas Negeri Surabaya. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\TEORI BELAJAR
Kwartolo, Yuli. 2009. Sembilan Peristiwa Belajar Gagne. Jakarta: Tabloid Penabur. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\09_0
Muflihin, Hizbul. 2009. Aplikasi Dan Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Pendidikan. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\11
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: San Grafika
Sunaryo. 2010. Aplikasi Teori Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\Aplikasi Teori Pembelajaran