Makalah Teori Belajar Pembelajaran



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang....................................................................... 1
BAB II TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1.1 TEORI BELAJAR.......................................................... 2
1.1.1 Teori Behaviorisme................................................ 2
1.1.2 Teori Kognitivisme.................................................. 5
1.1.3 Teori Konstruktivisme............................................ 7
1.1.4 Teori Belajar Humanistik........................................ 9
1.1.5 Teori Belajar Kecerdasan Ganda............................11
1.2 TEORI PEMBELAJARAN..............................................12
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.............................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang
            Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
            Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Bruner dalam Degeng (1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif, sedangkan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif artinya, tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode/strategi pembelajaran yang cocok supaya memperoleh hasil optimal. Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang spesifi k dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. Sedangkan deskriptif artinya, tujuan teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada bagaimana seseorang belajar.

 
BAB II
TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

 1.1 TEORI BELAJAR
            Teori belajar berpangkal pada pandangan hakikat manusia, yaitu hakikat manusia menurut pandangan john locke yaitu manusia merupakan organisme yang pasif. Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya. Dari pandnagan ini muncul aliran belajar behavioristik-elementeristik.
            Sedangkan menurut Leibnitz pandangan mengenai hakikat manusia adalah organism yang aktif. Manusia merupakan sumber daripada semua kegiatan. Pada dasarnya manusia bebas untuk berbuat, manusia bebas untuk membuat pilihan dalam setiap situasi. Titik pusat kebebasan ini adalah kesadarannya sendiri. Dari pandangan ini muncul aliran belajar yaitu belajar kognitif-holistik.

            1.1.1 Teori Behaviorisme
            Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra dengan kecemderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons (R-S). belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respons sebanyak-banyaknya.
Teori-teori belajar yang termasuk ke dalam kelompok behavioristik diantaranya:
1. Koneksionisme, dengan tokohnya Thorndike
2. Classical conditioning, dengan tokohnya Pavlop
3. Operant conditioning, yang dikembangkan oleh Skinner
4. Systematic behavior, yang dikembangkan oleh hull
5. Contiguous conditioning, yang dikembangkan oleh Guthrie


Tokoh-tokoh penting yang mengembangkan teori belajar behavioristik, dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Thorndike
Teori koneksionisme yang dipelopori oleh Thorndike, memandang bahwa yang menjadi dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi antara kesan panca indera (sense of impression) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (impuls to action) (Mukminan, 1997 : 8). Ini artinya, toeri behaviorisme yang lebih dikenal dengan nama contemporary behaviorist ini memandang bahwa belajar akan terjadi pada diri anak, jika anak mempunyai ketertarikan terhadap masalah yang dihadapi. Siswa dalam konteks ini dihadapkan pada sikap untuk dapat memilih respons yang tepat dari berbagai respons yang mungin bisa dilakukan Menurut Thorndike, belajar akan berlangsung pada diri siswa jika siswa berada dalam tiga macam hukum belajar, yaitu : 1) The Law of Readiness (hokum kesiapan belajar), 2) The Law of Exercise (hukum latihan), dan 3) The Law of Effect (hokum pengaruh). Hukum kesiapan belajar ini merupakan prinsip yang menggambarkan suatu keadaan si pembelajar (siswa) cenderung akan mendapatkan kepuasan atau dapat juga ketidakpuasan.

2. Pavlov
Konsep teori yang dikemukakan oleh Ivan Petrovitch Pavlov ini secara garis besar tidak jauh berbeda dengan pendapat Thorndike. Jika Throndike ini menekankan tentang hubungan stimulus dan respons, dan di sini guru sebaiknya tahu tentang apa yang akan diajarkan, respons apa yang diharapkan muncul pada diri siswa, serta tahu kapan sebaiknya hadiah sebagai reinforcement itu diberikan; maka Pavlov lebih mencermati arti pentingnya penciptaan kondisi atau lingkungan yang diperkirakan dapat menimbulkan respons pada diri siswa.

3. E.R Guthrie
Pendapat Thorndike dan Pavlov ini ditegaskan lagi oleh Guthrie, di mana ia menyatakan dengan hukumnya yaitu “The Law of Association”, yang berbunyi : “A combination of stimuli which has accompanied a movement will on its recurrence tend to be followed by that movement” (Guthrie, 1952 :13). Secara sederhana dapat diartikan bahwa gabungan atau kombinasi suatu kelas stimuli yang menyertai atau mengikuti suatu gerakan tertentu, maka ada kecenderungan bahwa gerakan itu akan diulangi lagi pada situasi/stimuli yang sama. Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan antara stimulus (S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespons secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward yang berfungsi sebagai reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan). Oleh karena teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokoh behavioristik terhadap binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan. Menurut Mukinan (1997: 23), beberapa prinsip tersebut adalah:
1.      Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu.
2.      Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons, sebab inilah yang dapat diamati. Sedangkan apa yang terjadi di antaranya dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati.
3.      Reinforcement, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat apabila reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah.

Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang ditunjukkan oleh siswa, maka penting kiranya untuk memperhatikan hal-hal lainnya di bawah ini, agar guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah berhasil. Hal yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.      Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa.
2.      Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri siswa.
3.      Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukkan siswa ini benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru harus mampu :
 
a.       Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati (observable)
b.      Respons yang ditunjukkan oleh siswa dapat pula diukur (measurable)
c.       Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat dinyatakan secara eksplisit atau jelas kebermaknaannya (eksplisit)
d.      Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi atau setia dalam ingatan/tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya semacam hadiah (reward).

            Aplikasi teori behavioristik dalam proses pembelajaran untuk memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran (siswa menunjukkan tingkah laku / kompetensi sebagaimana telah dirumuskan), guru perlu menyiapkan dua hal, sebagai berikut:
a.       Menganalisis Kemampuan Awal dan Karakteristik Siswa
b.      Merencanakan materi pembelajaran yang akan dibelajarkan

Sedangkan langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori behaviorisme dalam proses pembelajaran adalah :
1.        Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
2.        Melakukan analisis pembelajaran
3.        Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajar
4.        Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar.
5.        Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik, dll)
6.        Mengembangkan strategi pembelajaran (kegiatan, metode, media dan waktu)
7.        Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan (latihan, tugas, tes dan sejenisnya)
8.        Mengamati dan menganalisis respons pembelajar
9.        Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif, serta
10.    Merevisi kegiatan pembelajaran (Mukminan, 1997: 27).

            1.1.2 Teori Kognitivisme
            Pada teori belajar kognitivisme, belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan dan tingkahlaku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.
Teori-teori yang termasuk ke dalam kelompok kognitif holistic di antaranya:
1.    Teori Gestalt, dengan tokohnya Kofka, Kohler, dan Wetheimer
2.    Teori Medan (field theory), dengan tokohnya lewin
3.    Teori organismik yang dikembangkan oleh wheeler
4.    Teori humanistic, dengan tokohnya maslow dan rogers
5.    Teori konstruktivistik, dengan tokohnya jean piaget

            Menurut peaget (dalam Hudoyono,1988:45) Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
1.      Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2.      Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3.      Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
4.      Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

            Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1.      Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak
2.      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.      Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4.      Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5.      Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Empat tahap perkembangan kognitif:
1.      Tahap sensorik motorik ( 0-2 tahun)
2.      Tahap preoperasional (2-6 tahun)
3.      Tahap operasional kongkrit (6-12 tahun)
4.      Tahap formal yang bersifat internal (12-18 tahun)

            Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu diluar kemampuan kognitifnya. Adapun Akomodasi adalah proses menstruktur kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru (Hudoyono,1988:47) .Jadi belajar tidak hanya menerima informasi dan pengalaman lama yang dimiliki anak didik untuk mengakomodasikam informasi dan pengalaman baru .Oleh kerena itu,yang perlu diperhatikan pada tahap operasi kongkret adalah pembelajaran yang didasarkan pada benda-benda kongkret agar mempermudah anakdidik dalam memahami kosep-konsep matemtika.

            1.1.3 Teori Konstruktivisme
            Konstruktivisme adalah integrasi prinsip yang diekplorasi melalui teori chaos, network, dan teori kekompleksitas dan organisasi diri. Belajar adalah proses yang terjadi dalam lingkungan samar-samar dari peningkatan elemenelemen inti- tidak seluruhnya dikontrol oleh individu. Belajar (didefinisikan sebagai pengetahuan yang dapat ditindak) dapat terletak di luar diri kita (dalam organisasi atau suatu database), terfokus pada hubungan serangkaian informasi yang khusus, dan hubungan tersebut memungkinkan kita belajar lebih banyak dan lebih penting dari pada keadaan yang kita tahu sekarang.
            Konstruktivisme diarahkan oleh pemahaman bahwa keputusan didasarkan pada perubahan yang cepat. Informasi baru diperoleh secara kontinu, yang penting adalah kemampuan untuk menentukan antara informasi yang penting dan tidak penting. Yang juga penting adalah kemampuan mengetahui kapan informasi berganti (baru). Prinsip-prinsip konstruktivisme sebagaimana yang diungkapkan Siemens (2005) adalah: Belajar dan pengetahuan terletak pada keberagaman opini. Belajar adalah suatu proses menghubungkan (connecting)sumber-sumber informasi tertentu. Belajar mungkin saja terletak bukan pada alat-alat manusia. Kapasitas untuk mengetahui lebih banyak merupakan hal yang lebih penting dari pada apa yang diketahui sekarang. Memelihara dan menjaga hubungan-hubungan (connections) diperlukan untuk memfasilitasi belajar berkelanjutan. Kemampuan untuk melihat hubungan antara bidang-bidang, ide-ide, dan konsep merupakan inti keterampilan. Saat ini (pengetahuan yang akurat dan up-to-date) adalah maksud dari semua aktivitas belajar konektivistik. Penentu adalah proses belajar itu sendiri. Pemilihan atas apa yang dipelajari dan makna dari informasi yang masuk nampak melalui realita yang ada.
            Konstruktivisme juga menyatakan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan aktivitas. Pengetahuan yang dibutuhkan dihubungkan (to be connected) dengan orang yang tepat dalam konteks yang tepat agar dapat diklasifikasikan sebagai belajar. Behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme tidak menyatakan tantangan-tantangan dari pengetahuan organisasional dan pergantian (transference).
            Aliran informasi dalam suatu organisasi merupakan elemen penting dalam hal efektifitas secara organisasi. Aliran informasi dianalogikan sama dengan pipa minyak dalam sebuah indusri. Menciptakan, menjaga, dan memanfaatkan aliran informasi hendaknya menjadi kunci aktivitas organisasional. Aliran pengetahuan dapat diumpamakan sebagai sebuah sungai yang berliku-liku melalui ekologi suatu organisasi. Di daerah tertentu meluap dan di tempat lain airnya surut. Sehatnya ekologi belajar dari suatu organisasi tergantung pada efektifnya pemeliharan aliran informasi.
            Analisis jaringan sosial merupakan unsur-unsur tambahan dalam memahami model-model belajar di era digital. Art Kleiner (2002) menguraikan quantum theory of trust milik Karen Stephenson yang menjelaskan tidak hanya sekadar bagaimana mengenal kapabelitas kognitif kolektif dari suatu organisasi, tetapi bagaimana mengolah dan meningkatkannya.
Starting point konstruktivisme adalah individu. Pengetahuan personal terdiri dari jaringan, yang hidup dalam organisasi atau institusi, yang pada gilirannya memberi umpan balik pada jaringan itu, dan kemudian terus menerus member pengalaman belajar kepada individu. Gerak perkembangan pengetahuan (personal ke jaringan ke organisasi) memungkinkan pebelajar tetap mutakhir dalam bidangnya melalui hubungan (connections) yang mereka bentuk.

            1.1.4 Teori Belajar Humanistik
            Mazhab humanis pula berpendapat pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan perasaannya. Seorang ahli mazhab ini, Carl Rogers menyatakan bahawa setiap individu itu mempunyai cara belajar yang berbeza dengan individu yang lain. Oleh itu, strategi dan pendekatan dalam proses pengajaran dan pembelajaran hendaklah dirancang dan disusun mengikut kehendak dan perkembangan emosi pelajar itu. Beliau juga menjelaskan bahawa setiap individu mempunyai potensi dan keinginan untuk mencapai kecemerlangan kendiri. Maka, guru hendaklah menjaga kendiri pelajar dan member bimbingan supaya potensi mereka dapat diperkembangkan ke tahap optimum.
            Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. \proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya Tujuan utama teori humanistik adalah pendidik membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru,
2. Personalia informasi ini pada individu

Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:
1. Arthur Combs (1912-1999)
2. Maslow
3. Carl Rogers


Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
1.      Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.      Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.      Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.      Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.      Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
7.      Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.      Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
9.      Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar

Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri
           
            1.1.5 Teori Belajar Kecerdasan Ganda
            Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Inteligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardner – seorang professor psikologi dari Harvard University – akan dijadikan acuan untuk lebih memahami bakat dan kecerdasan individu. Pada dasarnya siswa adalah individu yang unik. Setiap siswa memiliki potensi dan kemempuan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Tidak semua individu memilki profil intelegensi yang sama. Setiap individu juga memilki bakat dan minat belajar yang berbeda-beda.

Terdapat tujuh jenis kecerdasan dasar yaitu :
1.      Kecerdasan Bahasa
2.      Kecerdasan Matematis/Logis
3.      Kecerdasan Spasial
4.      Kecerdasan Kinestetik
5.      Kecerdasan Musikal
6.      Kecerdasan Interpersonal
7.      Kecerdasan Naturalis

            Guru memegang peran yang sangat penting dalam implementasi teori kecerdasan ganda. Agar implementasi teori kecerdasan ganda dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu : Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan individu siswa Kemampuan mengajar dan memanfaatkan waktu mengajar secara proporsional.
            Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan ganda yang dimiliki oleh siswa merupakan hal yang sangat penting. Faktor ini akan sangat menentukan dalam merencanakan proses belajar yang harus ditempuh oleh siswa. Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengenali kecerdasan spesifik yang dimiliki oleh siswa. Semakin dekat hubungan antara guru dengan siswa, maka akan semakin mudah bagi para guru untuk mengenali karakteristik dan tingkat kecerdasan siswa.
            Setelah mengetahui kecerdasan setiap individu siswa, maka langkah – langkah berikutnya adalah merancang kegiatan pembelajaran. Armstrong (2004) mengemukakan proporsi waktu yang dapat digunakan oleh guru dalam mengimplementasikan teori kecerdasan ganda yaitu : 30 % pembelajaran langsung 30 % belajar kooperatif 30% belajar independent
Implementasi teori kecerdasan ganda membawa implikasi bahwa guru bukan lagi berperan sebagai sumber (resources), tapi harus lebih berperan sebagai manajer kegiatan pembelajaran. Dalam menerapkan teori kecerdasan ganda, sistem sekolah perlu menyediakan guru-guru yang kompeten dan mampu membawa anak mengembangkan potensi-potensi kecerdasan yang mereka miliki. Guru musik misalnya, selain mampu memainkan instrumen musik, ia juga harus mampu mengajarkannya sehimgga dapat menjadi panutan yang baik bagi siswa yang memiliki kecerdasan musikal.

1.2 TEORI PEMBELAJARAN
            Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan , penguasaan kemahiran dan tabiat , serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan , guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai
pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.
            Berbicara mengenai teori pembelajaran tentu pula harus dibicarakan mengenai teori belajar. Bruner dalam Degeng (1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif, sedangkan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif artinya, tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode/strategi pembelajaran yang cocok supaya memperoleh hasil optimal. Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar.Ada beberapa teori pembelajaran, yaitu:

 .      Teori pembelajaran pengondisian klasik adalah jenis pengondisian di mana individu merespons beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru. Teori ini tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari anjing mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang berdering, dilakukan pada awal tahun 1900-an oleh seorang ahli fisolog Rusia bernama Ivan Pavlov
2.      Teori pembelajaran pengondisian operant adalah jenis pengondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan menghasilkan penghargaan atau mencegah sebuah hukuman. Kecenderungan untuk mengulang perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku. Dengan Demikian, penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut diulangi. Apa yang dilakukan Pavlov untuk pengondisian klasik, oleh psikolog Harvard, B. F. Skinner, dilakukan pengondisian operant. Skinner Mengemukakan bahwa menciptakan konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti bentuk perilaku tertentu akan meningkatkan frekuensi perilaku tersebut
3.      Teori pembelajaran sosial adalah pandangan bahwa orang-orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung. Meskipun teori pembelajaran sosial adalah perluasan dari pengondisian operant -teori ini berasumsi bahwa perilaku adalah sebuah fungsi dari konsekuensi- teori ini juga mengakui keberadaan pembelajaran melalui pengamatan dan pentingnya persepsi dalam pembelajaran



BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Teori Belajar
1. Teori belajar behavoritisme
Belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra dengan kecemderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons (R-S).
2. Teori belajar kognitif
Belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan dan tingkahlaku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar
3. Teori belajar konstruktivisme
Belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi
4. Teori belajar humanistik
Teori belajar yang didasari pada pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan perasaannya.
5. Teori belajar kecerdasan ganda
Tujuh jenis kecerdasan dasar yaitu: Kecerdasan Bahasa, Kecerdasan Matematis/Logis, Kecerdasan Spasial, Kecerdasan Kinestetik, Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Interpersonal, Kecerdasan Naturalis.

Teori Pembelajaran
1. Teori Pembelajaran pengkondisian klasik
2. Teori pembelajaran pengkondisian operant
3. Teori pembelajaran sosial


DAFTAR PUSTAKA


Anonim.2010. Teori Belajar Kognitif Menurut Piaget. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\piaget
Anonim. 2010. Teori Belajar. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\2teori
Anonim. 2010. Teori dan Model Pengajaran dan Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\Teori&model P&P
Coachdie. 2009. Teori Belajar Yang Melandasi Proses Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\ Teori Belajar Yang Melandasi Proses Pembelajaran
Fajar. 2010. Teori Belajar. Universitas Negeri Surabaya. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\TEORI BELAJAR
Kwartolo, Yuli. 2009. Sembilan Peristiwa Belajar Gagne. Jakarta: Tabloid Penabur. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\09_0
Muflihin, Hizbul. 2009. Aplikasi Dan Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Pendidikan. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\11
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: San Grafika
Sunaryo. 2010. Aplikasi Teori Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\Aplikasi Teori Pembelajaran
Posted on by Unknown

Makalah Prinsip Orang Dewasa



BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

            Kesadaran bahwa belajar adalah proses menjadi dirinya sendiri (process of becoming person) bukan proses untuk dibentuk (process of beings haped) menurut kehendak orang lain, membawa kesadaran yang lain bahwa kegiatan belajar harus melibatkan individu atau client dalam proses pemikiran: apa yang mereka inginkan, apa yang dilakukan, menentukan dan merencanakan serta melakukan tindakan apa saja yang perlu untuk memenuhi keinginan tersebut. Inti dari pendidikan adalah menolong orang belajar bagaimana memikirkan diri mereka sendiri, mengatur urusan kehidupan mereka sendiri untuk berkembang dan matang, dengan mempertimbangkan bahwa mereka juga sebagai makhluk sosial.
            Di tahun 70 an dikenal sebuah proyek yang disebut dengan PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan). Pada waktu itu, siswa dibebaskan menentukan seberapa cepat dia bisa menyelesaikan masa studinya. Siswa diberi Lembaran Kegiatan Siswa (LKS) yang berisikan tentang teori-teori materi yang dipelajari, dan kalau siswa beranggapan sudah menguasai, maka diberi lembar latihan dari LKS tadi dan kalau sudah merasa siap, maka siswa bisa mengambil sendiri Lembar Test Formatif. Fungsi Guru pada waktu itu adalah menjelaskan apabila bertanya dan menilai hasil test formatif tersebut. Di PPSP ini, murid kelas 1 SMP (waktu itu disebut kelas 6), itu bisa saja menempuh pelajaran kelas 2 SMP (kelas 7) maupun menempuh kelas 8 (3 SMP), sehingga pada waktu itu, cukup banyak yang mampu menempuh level SMP hanya dalam waktu 2 tahun. PPSP mencanangkan program SD hanya 5 tahun, SMP bisa ditempuh 2 tahun dan SMA juga bisa ditempuh 2 tahun juga, tergantung kepada kemampuan dari siswa.
            Kegiatan belajar yang melibatkan individu atau client dalam proses menentukan apa yang mereka inginkan, apa yang akan dilakukan, adalah beberapa prinsip dari teori belajar Andragogi. Teori belajar Andragogi sering juga disebut dengan teori belajar orang dewasa. Makalah ini akan membahas tentang Teori Belajar Andragogi tersebut dan membahas kelemahan serta keunggulannya.

1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian andragogi?
2. Apakah fungsi andragogi?
3. Apa bentuk Perkembangan Teori Andragogi dalam masyarakat?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian andragogi
2. Mengatahui fungsi andragogi
3. Mengetahui Perkembangan Teori Andragogi dalam masyarakat



BAB II
BAHASAN
2.1. Andragogi
            Andragogi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni Andra berarti orang dewasa dan agogos berarti memimpin. Perdefinisi andragogi kemudian dirumuskan sebagau "Suatu seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar". Kata andragogi pertama kali digunakan oleh Alexander Kapp pada tahun 1883 untuk menjelaskan dan merumuskan konsep-konsep dasar teori pendidikan Plato. Meskipun demikian, Kapp tetap membedakan antara pengertian "Social-pedagogy" yang menyiratkan arti pendidikan orang dewasa, dengan andragogi. Dalam rumusan Kapp, "Social-pedagogy" lebih merupakan proses pendidikan pemulihan (remedial) bagi orang dewasa yang cacat. Adapun andragogi, justru lebih merupakan proses pendidikan bagi seluruh orang dewasa, cacat atau tidak cacat secara berkelanjutan. Apa itu pendidikan orang dewasa dan bagaimana dia berbeda dalam teori dan praktek dari persiapan pendidikan anak-anak dan pemuda. Pendidikan orang dewasa didefinisikan, digambarkan serta dipertimbangkan dalam hubungannya dengan profesi pelayanan manusia yang lain.

A. Pendidikan dan Sekolah
            Sejauh ini pendidikan berperan dalam meyiapkan beberapa fungsi stereotip tertentu, situasi stabil, untuk keeksistensian, untuk perdagangan atau pekerjaan tertentu. Secara garis besar penddidikan dipandang sebagai usaha secara langsung, sistematis, dan mendukung untuk mentransfer, membangkitkan, atau mendapatkan pengetahuan, maka tingkah laku, nilai-nilai, keterampilan, dan hasil yang lainnya dari usaha tersebut,* karenanya jelaslah bahwa pendidikan orang dewasa dan anak-anak seperti yang terdapat sekarang ini dan di masa serta tempat manapun serta melalui banyak aktivitas.

            Pembelajaran Sepanjang Hayat
            Penasehat pendidikan sepanjang masa berpendapat bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang berlangsung dari satu bentuk ke bentuk yang lain sepanjang hayat, dan itulah tujuan dan bentuk yang harus diadaptasi sesuai dengan kebutuhan tiap individu pada tahapan yang berbeda dalam perkembangan mereka. Pendidikan dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dalam kehidupan dan semua lembaga masyarakat dengan potensi pendidikan dianggap sebagai sumber pembelajaran:
1.      Konsep dari pembelajaran sepanjang masa berkontradiksi dengan konsep kebijakan konvensional yang kaku dan membingungkan
2.      Implikasi besar selanjutnya adalah bahwa masyarakat harus membuat pencegahan yang cukup untuk mencukupi kebutuhan pendidikan bagi orang dewasa yang telah meninggalkan sekolah formal
3.      Adalah sistem pendidikan formal harus ditata ulang sehingga bisa cukup fleksibel untuk mengakomodasi pilihan-pilihan individu dan menyiapkan pemuda untuk melanjutkan pendidikannya sebagai pelajar yang termotivasi secara mandiri dan kompeten

B. Konteks Sosial Pendidikan Sepanjang Masa
            Teknologi yang berbasis sain dan teknologi pasca-industri yang dimiliki oleh ekonomi modern telah mengarah kepada produktivitas yang meningkat tajam, pendapatan yang bisa dibuang, waktu luang, dan pencapaian pendidikan.
            Telah diperkirakan bahwa dalam beberapa bidang, seperti teknik dan obat-obatan, “separuh kehidupan” dari pendidikan diperoleh di sekolah professional kurang lebih 5 tahun.5 Karenanya, dalam beberapa tahun, separuh dari apa yang dipelajari dokter atau teknisi di ruang kelas menjadi rintangan. Pengetahuan bukan saja terus berkembang besar, tetapi struktur pengetahuan, teknologi, dan pekerjaan menjadi lebih kompleks dan rumit.
            Tekanan ekonomi dan sosial pada masyarakat paascaindustri juga telah mempengaruhi komposisi sosio-demografis dari negara-negara yang paling terindustrialisasi, dengan berbagai cara yang hampir pasti akan mendorong ekspansi yang terus menerus pada kesempatan belajar sepanjang masa.
            Perubahan status wanita dalam masyarakat industri yang maju juga memiliki dampak yang penting bagi masa depan pendidikan orang dewasa.
            Perubahan struktural jangka panjang dalam pasar tenaga kerja mendasari perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia kerja. Penurunan jenis pekerjaan di sektor agraris, bagi pekerja tidak terlatih dan bagi pekerja kasar pada umumnya berpengaruh sangat besar, dengan permintaan lebih pada pekerjaan kantoran serta sektor pelayanan dan profesional/teknis.
Kesimpulannya, tekanan ekonomi, sosio-kultural, dan demografis, dan bukan sekedar harapan dari pendidik yang tercerahkan sedang membantu perwujudan pendidikan sepanjang masa ini.

C. Sifat Pendidikan Orang Dewasa
            Segala jenis pendidikan tentunya melibatkan proses belajar. konsep pendidikan yang dijelaskan sebelumnya yakni usaha secara langsung, sistematis, dan kokoh untuk mengirimkan, memunculkan, atau mendapatkan pengetahuan. Pembelajaran dapat terjadi secara tidak langsung atau insidental, tidak terorganisir, dan dalam waktu yang sangat singkat. Pendidikan orang dewasa itu sendiri terjadi di pembelajaran mandiri, di mana pelajar bertanggungjawab sepenuhnya terhadap desain dan pelaksanaan kegiatan belajar mereka, dan pendidikan terarah lainnnya, dimana guru, pemimpin, tim produksi media, atau agen pendidikan yang lain bertanggungjawab sepenuhnya terhadap manajemen pembelajaran.
            Sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik, maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut, maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud.
            Sebagaimana dikatakan Grattan, seseorang harus menyadari perbedaan antara pendidikan dari orang dewasa dan pendidikan orang dewasa karena yang pertama lebih mencakup banyak hal. Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling berbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll).
            Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan potensi pribadinya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan psikis mereka. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai alternatif kebebasan mengemukakan ide/gagasan dapat diciptakan.\
            Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar secara khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus selalu sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi warna yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil. Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dari belajar.
            Pada akhirnya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dari orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan.

D. Menyikap Definisi
* Pendidikan orang dewasa tidak berkaitan dengan hal mempersiapkan orang dalam menjalani kehidupannya tetapi lebih membantu orang dewasa agar mereka sukses dalam menjalani kehidupannya, meningkatkan kompetensi mereka atau transisi negosiasi dalam peran sosial mereka (pekerja, orang tua, pensiunan, dan lain-lain), membantu mereka mendapatkan pemuasan yang lebih baik dalam kehidupan pribadi mereka dan membantu mereka dalam memecahkan masalah pribadi dan masyarakat mereka.

Kesimpulan devinisi
“Pendidikan orang dewasa adalah sebuah proses yang peranan sosial utamanya adalah membentuk karakteristik status orang dewasa yang menjalankan aktivitas pembelajaran utuh dan sistematis yang bertujuan memberikan perubahan dalam hal ilmu pengetahuan, tingkah laku, nilai atau kemampuan….”

E. Tujuan dan Isu
“Istilah pendidikan orang dewasa bermakna seluruh proses edukasi yang terorganisir, apapun isinya, level, metode, apakah formal atau sebaliknya, apakah proses tersebut panjang atau menggantikan pendidikan awal di sekolah, perguruan tinggi, universitas serta dalam kewirausahaan, di mana di dalamnya, orang-orang dianggap sebagai orang dewasa oleh masyarakat dan mereka mengembangkan kemampuan mereka, mendapatkan pengetahuan mereka, meningkatkan kualifikasi teknis dan professional mereka atau mengubah diri mereka mengikuti sebuah arahan baru dan membawa perubahan dalam sikap dan tingkah laku mereka dalam perspektif dua arah pada perkembangan personal dan partisipasi dalam perkembanagaan kultural, ekonomi, sosial independen dan seimbang.”
Definisi ini menyatakan bahwasanya pendidikan orang dewasa sebaiknya dilihat sebagai sebuah komponen integral pada sebuah skema global untuk “pendidikan dan pembelajaran seumur hidup.”
UNESCO memandang perkembangan sosial dan individual (yaitu komunitas dan nasional) sebagai tujuan utama yang sama untuk pendidikan orang dewasa, sementara yang lain tidak setuju dan kadang-kadang menolak validitas perkembangan sosial sebagai sebuah tujuan pendidikan. Pendidikan dibedakan dari indoktrinasi, sebuah perbedaan yang mungkin lebih mudah dibuat dalam pendidikan orang dewasa daripada dalam pendidikan swasta.

F. Cakupan Bidang
Bahwasanya program edukasional ekstensif dalam sektor korporasi yang di-desain untuk membantu para pelanggan dalam menggunakan produk-produk atau pelayanan yang mereka ambil, merupakan sebuah aktivitas yang sama dengan program di rumah sakit dan organisasi perawatan kesehatan yaitu pendidikan terhadap pasien. Kesatuan buruh, juga memberikan ruang yang luas dalam program edukasional bagi anggota mereka dan para pekerja.

2.2. Fungsi Dasar
Fungsi dasar pendidikan orang dewasa adalah instruksi, konseling, perkembangan program dan administrasi. Proses pengembangan program melibatkan penilaian pada kebutuhan pelajar, membuat dan mengeksekusi keputusan yang diperlukan dalam aktivitas belajar untuk memposisikan dan mengevaluasi hasil.
Keunikan dan keterpusatan fungsi pengembangan program dalam pendidikan orang dewasa berasal dari perbedaan tujuan dan kebutuhan pendidik orang dewasa. Sebuah upaya dilakukan untuk mempertemukan bermacam-macam perubahan individu dan kebutuhan kelompok walaupun berupa program jangka pendek. Hal ini mengikuti pernyataan bahwa pendidikan orang dewasa lebih distandarisasi seperti dalam program remidi atau kesempatan kedua yang mensejajarkan kurikulum pendidikan remaja, dan fungsi pengembangan program tidaklah begitu penting.

            A. Guru
            Guru untuk orang dewasa, sebagaimana guru anak-anak dan remaja, juga serius dalam mentransfer dan membangkitkan pengetahuan, sikap, nilai-nilai, serta kemampuan dengan cara yang sistematis. Tentu saja terdapat perbedaan antara mengajarkan orang dewasa dengan remaja, dan tingkat perbedaan ini pada praktiknya bervariasi. Fase “mentransfer dan membangkitkan” memperhatikan esensi perbedaan penting ini. Terkadang, karena tradisi dan pendidikan atau karena tingginya struktur sifat mata pelajaran yang akademis dan mengarah pada kejuruan, penekanan pada seting yang lebih formal yang serupa sekolah cenderung pada transfer pengetahuan oleh guru. Konsep pengajaran semacam ini telah lama ditekankan pada kepustakaan profesional karena ia memperhatikan beberapa karakteristik khusus orang dewasa selaku pelajar. Pada kenyataannya, kepustakaan orang dewasa sering tidak menyebut kata guru, tapi pemimpin, mentor, dan fasilitator. Sedang dalam konsep pengajaran ini, kata guru digunakan karena familiar dan, dalam pengertian yang lebih luas, menunjukkan ke semua orang siapa yang secara langsung memfasilitasi pembelajaran.
            Kondisi, tujuan, dan aktivitas guru orang dewasa yang sangat beragam ditujukan untuk menghindari segala hal kecuali deskripsi yang paling umum. Kebanyakan guru orang dewasa adalah sukarelawan yang mengajar di banyak komunitas, seperti dalam asosiasi program pendidikan sukarela.

            B. Konselor
            Fungsi konseling yang langsung mempertinggi penyediaan informasi tentang kesempatan pendidikan dan karir, bantuan dalam membut pilihan pendidikan dan pekerjaan, serta bantuan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang mengganggu proses belajar. Jumlah konselor orang dewasa yang ditunjuk sangatlah sedikit, sehingga kebanyakan bagian dari konseling yang ada dilakukan oleh guru, pengembang program, dan administrator. Sebuah studi tentang program pendidikan dasar orang dewasa di kota besar melaporkan bahwa kebutuhan akan konseling sangatlah besar dan suplai konselor sangat sedikit, sehingga para guru yang memikulnya tak peduli apakah mereka siap atau tidak. Rasio konselor ke pelajar dalam agen pendidikan sekolah umum orang dewasa yang komprehensif adalah 1 berbanding 5000. Pada lingkup pendidikan yang lebih tinggi, khususnya komunitas perguruan tinggi, rasio ini umumnya lebih kecil, tapi sumberdaya konselor jarang mencukupi kebutuhan. Sebagai bagian dari peraturan, konselor biasanya ada untuk pelajar dewasa dalam pendidikan dasar, penyelesaian sekolah menengah, dan program perguruan tinggi, namun jarang terdapat di lingkup pendidikan yang kurang formal. Ujian dan penyerahan kepada agen pelayanan sosial dan kesehatan cenderung menjadi fungsi konseling yang menonjol di ABE dan program penyelesaian sekolah menengah, sedangkan konseling pekerjaan (biasanya dalam kelompok), bimbingan akademik, dan pengembangan kemampuan studi lebih condong ke karakteristik lingkup pendidikan yang lebih tinggi.
Pemberian konseling pada pelajar dewasa, sebagaimana pengajaran mereka, sebagian besar masih dilakukan oleh orang-orang yang meluangkan paruh waktunya untuk mereka. Namun, sepertinya jumlah konselor yang bekerja full-time akan terus bertambah.

            C.  Pengembang Program / Administrator
            Mayoritas pendidik orang dewasa yang bekerja full-time dipekerjakan di peran administrati atau semi-administratif yang meliputi pengembangan program dan fungsi manajemen. Pendidik paruh waktu tentu juga memiliki peran yang sama.
Faktor lain yang menguatkan bercampurnya peran pengembangan program dan peran administratif dalam pendidikan orang dewasa. Kekurangan staf pengajar yang full-time pada kebanyakan pendidikan orang dewasa menyebabkan administrator perlu memikul fungsi tertentu yang normalnya dikerjakan oleh anggota staf pengajar.
            Pada banyak kasus, agen pendidikan orang dewasa adalah suatu sub-unit dari organisasi yang lebih besar di mana tujuan utamanya bukanlah pendidikan orang dewasa atau bahkan bukan pendidikan.
            Kesempatan suksesnya program dan terus-menerus bertambahnya pelajar baru bahkan guru seringkali didasarkan pada koneksi dan hubungan dengan berbagai kelompok dan organisasi dalam komunitas yang lebih luas. Menurut Beder, koneksi dan hubungan bisa jadi sangat krusial dalam menjamin sumberdaya yag diperlukan seperti pelajar, guru, dukungan politis, dan terkadang bahkan fasilitas, serta layanan seperti perawatan anak dan penempatan kerja. Bahkan, unit pendidikan yang mandiri dan kepelatihan pada kemiliteran dan industri pun seringkali menemukan bahwa membangun hubungan dengan pihak luar, terutama pihak perguruan tinggi dan universitas, sangatlah berguna.

            D. Studi Kesarjana
            Meskipun ada perkembangan pesat dalam jumlah program kesarjana dan jumlah kesarjana dengan persiapan formal dalam pendidikan orang dewasa, tapi mayoritas program berbasis universitas ukurannya paling sederhana, setidaknya jika diukur dengan istilah anggota fakultas yang full-time.
            Tujuan pendidikan, kurikulum-kurikulum, dan orientasi bidang pendidikan orang dewasa di masing-masing program kesarjana berbeda-beda. Beberapa program baru, khususnya yang didirikan dengan bantuan pemerintah pusat di Selatan pada akhir tahun 1960-an, sangat berorientasi pada pelatihan personil pendidikan dasar orang dewasa. Karena kelangkaan posisi full-time bagi pendidik orang dewasalah maka studi kesarjana pada kebanyakan universitas menyanggupi untuk menyiapkan pengembangan program dan peran administrasi dalam spektrum lingkup yang luas.
            Fleksibilitas juga didapatkan lewat pembelajaran mandiri (yang diarahkan sendiri) yang berbeda dengan menggunakan sarana seperti studi independen, lapangan kerja, dan kursus internship (keahlian). Konsekuensinya, sarjana datang dari background yang berbeda-beda dan biasanya telah memiliki pengalaman profesional dalam pendidikan orang dewasa atau bidang terkait sebelum melewati studi kesarjana.
            Universitas adalah sebuah institusi yang tidak hanya menyiapkan tenaga pendidik perguruan tinggi. Volume terbesar dari pelatihan pemimpin pendidikan dewasa yang teroganisir terjadi dalam institusi pendukung program, seperti industri dan perusahaan komersial, sekolah umum, departemen pemerintahan yang berperan penting, dan asosiasi sukarelawan.

            E. Riset (Penelitian)
            Penciptaan kumpulan ilmu pengetahuan dalam pendidikan perguruan tinggi melalui pencarian yang sistematis dan teratur telah tertinggal jauh dari perkembangan program pelatihan sarjana. Pendidik perguruan tinggi telah sangat bergantung pada teori umum dan penemuan penelitian dalam pendidikan dan ilmu alamiah sosial yang sangat penting bagi semua pendidik. Bagaimanapun juga, kumpulan ilmu pengetahuan umum yang teruji belum terpenuhi.
Sementara melalui evaluasi/ analisa menyeluruh dari sseluruh sumbangan para ilmuwan untuk pemahaman kita dari pembelajaran orang dewasa dan pendidikan adalah tidak mungkin disini, kita harus mengingat secara ringkas perkembangan-perkembangan yang berarti.
Tidak ada keraguan bahwa ilmuwan sosial akan terus membuat kontribusi penting untuk pemahaman kita tentang pendidikan tinggi dan bahwa peneliti pendidikan tinggi akan melanjutkan untuk menggunakan topic-topik dan penemuan penelitian dari sosialogi, psikologi, ekonomi, dan disiplin ilmu yang lain.
            Meski yang paling mendasar dan secara luas mempunyai asumsi tentang pembelajar dewasa dan kondisi-kondisi yang mendukung pembelajaran dewasa telah berdampak sangat kecil kepada penelitian ilmiah yang menyeluruh dan teliti. Hal ini belum didemonstrasikan secara jelas, sebagai contoh, bahwa peserta yang aktif oleh orang dewasa dalam merencanakan atau menerapakan aktifitas belajar mereka mempunyai dampak yang penting pada hasil pendidikan.
Kebanyakan riset pada pendidikan tinggi terjadi dalam universitas, dan dalam jumlah terbesar berasal dari mahasiswa program doctor dalam bentuk disertasi.

F. Organisasi Profesional
Banyak organisasi dimana pendidik orang dewasa dan institusi pendidikan orang dewasanya mempunyai banyak tujuan dan dan kondisi yang memberi karakter pendidikan tinggi saat ini. Organisasi-organisasi ini memenuhi beberapa fungsi penting untuk kelanjutan perkembangan bidang dan praktisinya. Mungkin fungsi paling penting dari organisasi pendidikan orang dewasa adalah perkembangannya professional.

G. Identitas Profesional
Sifat pendidikan orang dewasa adalah sebuah usaha yang tidak bisa didominasi oleh lembaga manapun dan tidak pernah bisa dikurangi untuk satu tujuan atau fungsi selain memperluas komitmen utnuk manusia dan perkembangan sosial. Dalam beberapa hal, pendidikan orang dewasa sama dengan sub bidang yang lain dalam pendidikan professional yang lebih luas, seperti pendidikan atau bimbingn khusus, tetapi di lain hal sangat berbeda, karena ini tidak terikat pada sekolah-sekolah atau kondisi yang mirip sekilah dan tujuan-tujuannya.

2.3. Perkembangan Teori Andragogi Dalam Masyarakat
Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected Species" yang diterbitkan pada tahun 1970 mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah istilah "Andragogi" makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan khususnya para ahli pendidikan.
            Sebelum muncul Andragogi, yang digunakan dalam kegiatan belajat adalah Pedagogy. Konsep ini menempatkan murid/siswa sebagai obyek di dalam pendidikan, mereka mesti menerima pendidikan yang sudah di setup oleh sistem pendidikan, di setup oleh gurunya/pengajarnya. Apa yang dipelajari, materi yang akan diterima, metode panyampaiannya, dan lain-lain, semua tergantung kepada pengajar dan tergantung kepada sistem. Murid sebagai obyek dari pendidikan.
            Kelemahannya Pedagogi adalah manusia (dalam hal ini adalah siswa) yang memiliki keunikan, yang memiliki talenta, memiliki minat, memiliki kelebihan, menjadi tidak berkembang, menjadi tidak bisa mengeksplorasi dirinya sendiri, tidak mampu menyampaikan kebenarannya sendiri, sebab yang memiliki kebenaran adalah masa lalu, adalah sesuatu yang sudah mapan dan sudah ada sampai sekarang. Perbedaan bukanlah menjadi hal yang biasa, melainkan jika ada yang berbeda itu akan dianggap sebagai sebuah perlawanan dan pemberontakan. Pedagogy memiliki kelebihan, yakni di dalam menjaga rantai keilmuan yang sudah diawali oleh orang-orang terdahulu, maka rantai emas dan benang merah keilmuan bisa dilanjutkan oleh generasi mendatang. Generasi mendatang tidak perlu mulai dari nol lagi, melainkan tinggal melanjutkan apa yang sudah ditemukan, apa yang sudah dirintis, apa yang sudah dimulai oleh generasi mendatang.
            Dalam Andragogy inilah, kita kenal istilah-istilah Enjoy Learning, Workshop, Pelatihan Outbond,dll, dan dari konsep Pendidikan Andragogy inilah kemudian muncul konsep-konsep Liberalisme pendidikan, Liberasionisme pendidikan dan Anarkisme pendidikan. Liberalisme pendidikan bertujuan jangka panjang untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada dengan cara mengajar setiap siswa sebagaimana cara menghadapi persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari secara efektif. Liberasionisme pendidikan adalah sebuah sudut pandang yang menganggap bahwa kita harus segera melakukan perombakan berlingkup besar terhadap tatanan politik (dan pendidikan) yang ada sekarang, sebagai cara untuk memajukan kebebasan-kebebasan individu dan mempromosikan perujudan potensi-potensi diri semaksimal mungkin. Bagi pendidik liberasionis, sekolah bersifat obyektif namun tidak sentral dan sekolah bukan hanya mengajarkan pada siswa bagaimana berpikir yang efektif secara rasional dan ilmiah, melainkan juga mengajak siswa untuk memahami kebijaksanaan tertinggi yang ada di dalam pemecahan-pemecahan masalah secara intelek yang paling meyakinkan. Dengan kata lain, liberasionisme pendidikan dilandasi oleh sebuah sistem kebenaran yang terbuka. Secara moral, sekolah berkewajiban mengenalkan dan mempromosikan program-program sosial konstruktif dan bukan hanya melatih pikiran siswa. Sekolahpun harus memajukan pola tindakan yang paling meyakinkan yang didukung oleh sebuah analisis obyektif berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Hal ini sejalan dengan pendapat Aristoteles tentang prinsip pendidikan yaitu sebagai wahana pengkajian fakta-fakta, mencari ‘yang obyektif’, melalui pengamatan atas kenyataan. Anarkisme pendidikan pada umumnya menerima sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka (pembuktian pengetahuan melalui penalaran ilmiah). Tetapi berbeda dengan liberal dan liberasionis, anarkisme pendidikan beranggapan bahwa harus meminimalkan dan atau menghapuskan pembatasan-pembatasan kelembagaan terhadap perilaku personal, bahwa musti dilakukan untuk membuat masyarakat yang bebas lembaga. Menurut anarkisme pendidikan, pendekatan terbaik terhadap pendidikan adalah pendekatan yang mengupayakan untuk mempercepat perombakan humanistik berskala besar yang mendesak ke dalam masyarakat, dengan cara menghapuskan sistem persekolahan sekalian.


BAB III
PENUTUP


3.1. Saran
            Dalam andragogi, peranan guru, pengajar atau pembimbing yang sering disebut dengan fasilitator adalah mempersiapkan perangkat atau prosedur untuk mendorong dan melibatkan secara aktif seluruh warga belajar, maka dalam proses belajar harus memperhatikan elemen-elemen:
1.      Menciptakan iklim dan suasana yang mendukung proses belajar mandiri
2.      Menciptakan mekanisme dan prosedur untuk perencanaan bersama dan partisipatif.
3.      Diagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar yang spesifik Merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar
4.      Merencanakan pola pengalaman belajar
5.      Melakukan dan menggunakan pengalaman belajar ini dengan metoda dan teknik yang memadai.
6.      Mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan belajar. Ini adalah model proses.
            Karena ini merupakan pendidikan untuk orang dewasa maka guru, pengajar atau pembimbing lebih berperan sebagai fasilitator untuk mengembangkan kreatifitas dalam pemecahan masalah secara nyata.
Semua aktifitas didalam kegiatan belajar haruslah dibicarakan bersana warga belajar, karena sifat dari orang dewasa (matang) mempunyai sifat mapu mengarahkan diri sendiri dan setiap orang mempunyai cara yang berbeda dalam melakukannya, jadi apa yang dilakukan dalam kegiatan belajar haruslah merupakan kesepakatan bersama.

3.2. Kesimpulan
            Teori Belajar Adragogi dapat diterapkan apabila diyakini bahwa peserta didik (siswa-mahasiswa-peserta) adalah pribadi-pribadi yang matang, dapat mengarahkan diri mereka sendiri, mengerti diri sendiri, dapat mengambil keputusan untuk sesuatu yang menyangkut dirinya. Andragogi tidak akan mungkin berkembang apabila meninggalkan ideal dasar orang dewasa sebagai pribadi yang mengarahkan diri sendiri. Yang menjadi tolok ukur sebuah kedewasaan bukanlah umur, namun sikap dan perilaku, sebab tidak jarang orang yang sudah berumur, namun belum dewasa. Memang, menjadi tua adalah suatu keharusan dan menjadi dewasa adalah sebuah pilihan yang tidak setiap individu memilihnya seiring dengan semakin lanjut usianya.


DAFTAR PUSTAKA

http://makalah-pendidikan-orang-dewasa.blogspot.com/2011/05/makalah-pendidikan-orang-dewasa.html
Posted on by Unknown